Pergolakan antara akal/nurani dan nafsu adalah perang tanding yang menentukan hidup/matinya kebahagiaan tiap orang, bahkan sangat menentukan hidup/matinya kemanusiaan setiap orang. Disitulah seluruh kiprah hidup manusia dipertaruhkan. Disitu pula nilai kemanusiaan seseorang ditentukan. Untuk inilah para nabi diutus dan kitab suci diturunkan. Demi membimbing akal/nurani manusia agar mampu mengelola nafsunya. Demi menyempurnakan kemanusiaan manusia dan menggapai kesejatian dirinya, menggapai kebahagiaan hakiki.

PROSEA KERJA MEMBANDING

Bisakah Anda membenarkan sesuatu yang Anda fahami salah ?!

Bila “proses kerja” berfikir adalah serangkaian urutan gerak akal
yang diawali dengan bertanya, mendata, menganalisa...
dan diakhiri dengan menjawab...

Maka yang dimaksud dengan “proses kerja” disini adalah
urutan kerja dari yang paling awal (yaitu “jelasnya tujuan”)
hingga “tercapainya tujuan tersebut”.

Setelah kita menetapkan tujuan,
memahami batasan masalahnya, & meletakkan validatornya...
maka kini kita akan memasuki sektor kerja berikutnya, yaitu:

1. Memahami obyek banding.
2. Membanding.
3. Mengambil hasil perbandingan.



1. BAGAIMANA MEMAHAMI OBYEK BANDING ?!

Bila kita dihadapkan pada dua alternatif, untuk memilih A atau B,
maka sebelumnya kita harus membanding.
Tentu, untuk bisa membanding dengan benar,
sebelumnya kita harus faham tentang A & juga tentang B.

Bisakah kita memilih A padahal belum faham tentang B?
Atau memilih B padahal belum faham tentang A?
Karena memang...
Hasil sebuah kerja membanding
sangatlah ditentukan oleh seberapa pemahaman kita
terhadap obyek-obyek yang kita bandingkan.

Berkaitan dengan masalah diatas,
minimal ada dua hal yang mesti diperhatikan, yaitu:

a. Prinsip keadilan dalam dunia informasi.
Masalah ini mengkait tentang “Sumber Informasi” & “Mata Rantai Informasi”.

b. Prinsip keadilan dalam mensikapi informasi.
- Menerima atau menolak informasi harus dengan hujjah.
- Tidak boleh tergesa-gesa menolak, tapi juga tidak tergesa-gesa menerima.
- Sangat perlu untuk menghidupkan budaya tabayyun.
- Menyadari bahwa daya serap manusia terhadap informasi, masing-masing orang tidaklah sama & relatif.
- Jangan mengatas-namakan pemahaman Andasebagai pemahaman pihak lain, manakala pemahaman tersebut masih bersifat relatif.
- Janganlah menilai orang lain dengan standar diri Anada.
- Tegakkanlah sikap tepo-sliro dalam dunia informasi.

Tanpa kedua prinsip tersebut (a & b),
kita akan terjebak dalam ketakadilan informasi.



2. BAGAIMANA MEMBANDING DENGAN EFEKTIF?!

Langkah pertamanya adalah memahami prinsip dasar (prinsip primer)
dari masing-masing obyek banding... kemudian membandingkannya.
Bila disitu terdapat perbedaan, maka ukurlah dengan validatornya,
maka Anda akan segera bisa menentukan hasil perbandingan.

Bila ternyata prinsip primernya sama, lihatlah prinsip yang dibawahnya,
yaitu pada prinsip sekundernya.

Bila masih sama juga, ambillah prinsip yang dibawahnya lagi,
yaitu prinsip tersiernya.
Bila ternyata masih sama juga, maka lihatlah yang dibawahnya lagi...
Dan begitulah seterusnya, sampai ditemukan perbedaannya.
Maka disitulah Anda bisa menemukan perbandingannya,
mana yang lebih baik & mana yang kurang baik.

Bila pada prinsip primernya sudah ditemukan titik perbedaannya,
maka disitulah titik perbandingan dari keduanya,
dan Anda langsung bisa memilihnya.

Bila prinsip primernya berbeda,
meskipun didapati berjuta kesamaan,
tetapi adanya pada prinsip dibawahnya,
itu tidaklah akan mempengaruhi perbedaan dasarnya.

Bila Anda membandingkan antara Islam dengan Kristen,
Atau membandingkan antara Ahlussunnah dengan Syi’ah,
dengan cara membandingkan aturan-aturan fiqihnya,
maka Anda tengah berbuat sia-sia.
Kerja Anda menjadi sangat tidak efektif,
atau bahkan Anda bisa terjebak pada keruwetan-keruwetan
yang kian menyulitkan & semakin rumit.



3. BAGAIMANA MENENTUKAN HASIL PERBANDINGAN?!

Disinilah akhir dari proses kerja membanding.
Yaitu pada saat Anda telah menentukan hasil perbandingan.
Bahwa yang lebih benarlah yang harus Anda ambil.

Bila yang lebih benar itu sesusi dengan kesenangan nafsu Anda,
itu mudah & tidak menjadikan masalah.
Tapi sering terjadi, kita harus memilih sesuatu yang tidak kita senangi,
sekaligus harus menyisihkan sesuatu yang kita senangi tersebut.
Namun, itulah resiko & konsekuensi logis bagi para pencari kebenaran.
Justru disinilah kehidupan & kemanusiaan kita dipertaruhkan.
Kalau tidak kalah ya menang.
Kita ini pengikut akal atau pengikut nafsu.
Penegak kebenaran atau penegak kesenangan.

Disinilah nampak pentingnya tujuan,
yang di langkah pertama mesti benar-benar kita persiapkan dengan pasti.


Kemudian hakimilah diri Anda sendiri:

- Dimanakah posisi Anda dalam perbandingan madzhab ini?
- Apakah saya ini termasuk orang-orang yang benar atau salah?
- Apakah saya ini termasuk orang yang baik atau buruk?
- Apakah saya ini termasuk orang yang agamis atau tidak agamis?
- Apakah saya ini termasuk orang yang islami atau tidak islami?


Lalu tanyakanlah kepada diri Anda sendiri:

- Bisakah saya bergerak melampaui pemahaman saya?!
- Bisakah saya memahami sesuatu yang saya tidak faham?!
- Bisakah saya membenarkan sesuatu yang saya fahami salah?!
- Bisakah saya menyalahkan sesuatu yang sya fahami benar?!
- Bisakah saya saya memilih sesuatu yang saya fahami salah?! dan...
- Bisakah saya membuang sesuatu yang saya fahami benar?!


Bila Anda menjawab denan “bisa”,
maka Anda sudah terjerat kedalam lembah hawa nafsu,
dan telah menyia-nyiakan anugerah yang tertinggi dalam diri Anda,
yaitu akal & kehendak bebas Anda.
Bagaimana mungkin seorang muslim yang baik...
akan melakukan hal yang sedemikian menggelikan...?!
Lalu dimanakah letak kemuslimannya...?!
Terletak pada “simbol-simbol & baju-baju predikat”...?!
atau lebih pada “kerinduan & kecintaannya kepada kebenaran” ?!